AUTISME PADA ANAK
A. Pengertian
Kata autis berasal dari
bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang
yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan
situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau
tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang,
bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan
pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic
Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan
terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan
orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi
yang aneh.
Autis
adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi
dan interaksi sosial.
Autis dapat terjadipada semua
kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak
serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian
anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih
awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih
baik.
(Judarwanto, Widodo, 2006)
B. Penyebab
Penyebab autis belum
diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena
multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia,
ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan
yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang
mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam
tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori penyebab autis, antara lain :
1.
Genetik
dan heriditer
2.
Teori
Kelebihan Opioid
- Unsur
Opioid-like
- Kekurangan
enzyme Dipeptidyl peptidase
- Dermorphin
Dan Sauvagine
- Opioids
dan secretin
- Opioids
dan glutathione
- Opioids dan
immunosuppression
3.
Gluten/Casein
Teori Dan Hubungan gangguan Celiac
- IgA
urine
- Teori
Gamma Interferon
- Teori
Metabolisme Sulfat
4.
Kolokistokinin
5.
Oksitosin
Dan Vasopressin
6.
Metilation
7.
Imunitas
Teori Autoimun dan Alergi makanan
8.
Zat
darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar
9.
Teori
Infeksi Karena virus Vaksinasi
10.
Teori
Sekretin
11.
Teori
kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut)
12.
Paparan
Aspartame
13.
Kekurangan
Vitamin, mineral nutrisi tertentu
14.
Orphanin
Protein: Orphanin FQ/NOCICEPTIN ( OFQ/N)
(Judarwanto,
Widodo, 2006)
C. Deteksi Dini Autisme pada
Anak
Gejala autisme mulai
tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling
jelas terlihat antara umur 2 – 5 tahun.
Pada beberapa kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah.
Pada beberapa kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah.
Berdasarkan penelitian
lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Beberapa
tes untuk mendeteksi dini kecurigaan autisme hanya dapat dilakukan pada bayi
berumur 18 bulan ke atas.
(Suriviana, 2005)
D. Tanda dan Gejala
1. Gangguan pada
bidang komunikasi verbal dan non verbal
• Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
• Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
• Mengeluarkan kata – kata yang tidak
dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut sebagai bahasa planet
• Tidak mengerti dan tidak
menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
• Bicara tidak digunakan untuk
komunikasi
• Meniru atau membeo , beberapa anak
sangat pandai menirukan nyanyian , nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti
artinya
• Kadang bicara monoton seperti robot
• Mimik muka datar
• Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar
suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat
2. Gangguan pada bidang interaksi
sosial
• Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
• anak mengalami ketulian
• Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
• Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
• Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat
dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
• Bila didekati untuk bermain justru menjauh
• Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
• Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan
sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
• Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan
terhadap orang tuanya
3. Gangguan
pada bidang perilaku dan bermain
• Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan
melakukan gerakan yang sama berulang – ulang sampai berjam – jam
• Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara
bermainnya juga aneh
• Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus
menerus untuk waktu lama)atau sesuatu yang berputar
• Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong
tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
• Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar,
air yang bergerak
• Perilaku ritualistik sering terjadi
• Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari
kesana sini, melompat – lompat, berputar – putar, memukul benda berulang –
ulang
• Dapat juga anak terlalu diam
4. Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
• Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak
merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis
akan di datangi dan dipukulnya
• Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang
nyata
• Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila
tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan
dekstruktif
5. Gangguan dalam persepsi sensoris
• Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
• Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
• Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot
untuk melepaskan diri dari pelukan
• Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu
(asianbrain.com, 2008)
E. Faktor Resiko
Karena
penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak
ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko
gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori
penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang
membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut
tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak
dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat
diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan
dan periode usia bayi.
1.
Periode
kehamilan
Beberapa keadaan ibu dan bayi
dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah
infeksi selama persalinan terutama infeksi virus. Peradarahan selama kehamilan
harus diperhatikan sebagai keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak
janin. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena placental
complications, diantaranya placenta previa, abruptio placentae, vasa previa,
circumvallate placenta, and rupture of the marginal sinus. Kondisi tersebut
mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang
mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan awal kehamilan juga
berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan
berat bayi lahir rendah tampaknya juga merupakan resiko tinggi terjadinya autis
perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah pemakaian obat-obatan yang
diminum, merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama. Adanya
Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang
diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan
penulis, hal ini dapat dilihat adanya Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial
(hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam
hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan
aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik
lainnya selama kehamilan.
2.
Periode
persalinan
Persalinan adalah periode
yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi
yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan
dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya
adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk
otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan
ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik
dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.
Gangguan persalinan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat
terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ),
komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat
lahir dan erat lahir rendah (< 2500
gram).
3.
Periode
Usia Bayi
Dalam kehidupan awal di usia
bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan
gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan
autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah
prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan :
kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan
pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air
besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal,
kelemahan otot.
(Judarwanto,
Widodo, 2006)
F. Pencegahan
Tindakan
pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko terjadinya
gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak gangguan dapat dilakukan
strategi pencegahan dengan baik, karena faktor etiologi dan faktor resiko dapat
diketahui dengan jelas. Berbeda dengan kelainan autis, karena teori penyebab
dan faktor resiko belum masih belum jelas maka strategi pencegahan mungkin
tidak bisa dilakukan secara optimal. Dalam kondisi seperti ini upaya pencegahan
tampaknya hanya bertujuan agar gangguan perilaku yang terjadi tidak semakin
parah bukan untuk mencegah terjadinya autis. Upaya pencegahan tersebut
berdasarkan teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko autis.
Pencegahan
ini dapat dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan kehamilan, saat
kehamilan, persalinan dan periode usia anak.
1.
Pencegahan
sejak kehamilan
a.
periksa
dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih awal, kalu
perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan.Melakukan pemeriksaan skrening
secara lengkap terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela,
Citomegalovirus, herpes atau hepatitis).
b.
Bila
terdapat peradarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan. Perdarahan
selama kehamilan paling sering disebabkan karena kelainan plasenta. Kondisi
tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang
mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan pada awal kehamilan juga
berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan
berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi terjadinya autism dan
gangguan bahasa lainnya.
c.
Berhati-hatilah
minum obat selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter terlebih dahulu.
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester pertama. Peneliti
di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal kehamilan dapat
mengganggu pembentukan sistem susunan saraf pusat yang mengakibatkan autism dan
gangguan perkembangan lainnya termasuk gangguan berbicara. Bila bayi beresiko
alergi sebaiknya ibu mulai menghindari paparan alergi berupa asap rokok, debu
atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari paparan
makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan. Jaga higiene,
sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan. Konsumsilah makanan yang bergizi
baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan mineral
tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur.
d.
Adanya
Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang
diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan
penulis, bila dilihat adanya gerakan bayi gerakan refluks oesefagial
(hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam
hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan
aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik
lainnya selama kehamilan. Bila gerakan bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada
janin yang berlebihan terutama pada malam hari serta terdapat gejala alergi
atau sensitif pencernaan salah satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu
menghindari atau mengurangi makanan penyebab alergi sejak usia kehamilan di
atas 3 bulan. Hindari asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang
dipenuhi asap rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan
depresi serta selalu mendekatkan diri dengan Tuhan.
2.
Pencegahan
saat persalinan
a.
Melakukan
konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan tentang rencana
persalinan. Dapatkan informasi secara jelas dan lengkap tentang resiko yang
bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat resiko dalam persalinan harus
diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis
anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care
Unit) bila dibutuhkan.
b.
Bila
terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu
cepat, asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR
SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, persalinan lama, letak
presentasi bayi saat lahir tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram)
maka sebaiknya dilakukan pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia dini.
3.
Pencegahan
Sejak Usia Bayi
a.
Amati
gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi :
sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas
usia 2 minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering
kembung, rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang
angin. Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering
adalah alergi makanan dan intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi
ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan menghindari
makanan penyebab keluhan tersebut. Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan
akan dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak.
b.
Bila
terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin
nafsu makan bukan jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari
penyebabnya. Bila terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan
genetik, kelainan metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli.
Harus diamati tanda dan gejala autism secara cermat sejak dini.
c.
Demikian
pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang
(bukan kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus
lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan.
d.
Pada
bayi prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi
berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi
harus dilakukan monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan cermat terutama
gangguan perkembangan dan perilaku pada anak.
e.
Bila
didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang mengarah pada
gangguan perkembangan dan perilaku maka sebaiknya dilakukan konsultasi sejak
dini kepada ahlinya untuk menegakkan diagnosis dan intervensi sejak dini.
f.
Pada
bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat
riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang
beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda
adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan
sebagainya.
(Judarwanto, Widodo, 2006)
No comments:
Post a Comment